SMPN 7 Bandung, Sekolah dengan Segudang Penghargaan
Sabtu, 3 April 2010 | 21:48 WIB
BANDUNG, KOMPAS.com — Sekitar lima tahun lalu, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 7 Bandung masih kumuh dan semrawut. Di depan sekolah, misalnya, banyak pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan makanan. Trotoar pun berantakan dengan potongan paving block.
Namun itu dulu, sebelum SMPN 7 menerapkan konsep sekolah berbudaya lingkungan hidup. Pendekatan terhadap PKL dilakukan dengan mengajak mereka berjualan di dalam sekolah di tempat yang bersih dan tertata rapi. Para murid, staf, hingga guru pun dibiasakan untuk menjaga kebersihan.
Wakil Kepala SMPN 7 Bandung Bidang Humas Nandang Hernawan mengatakan, mereka wajib membuang sampah pada tempatnya dan dipilah berdasarkan jenis organik dan anorganik. Kini, terlihat hijaunya rindang pepohonan di SMPN 7.
"Jumlah pohon di dalam sekolah itu sudah jauh lebih banyak dibandingkan saat konsep berbudaya lingkungan hidup belum diterapkan," katanya.
Hasilnya, SMPN 7 meraih banyak penghargaan dari tingkat Kota Bandung hingga nasional. Pada tahun 2009, misalnya, Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menganugerahi langsung penghargaan Adi Wiyata kepada Kepala SMPN 7 Nandi Supriyadi.
Selain itu, SMPN 7 meraih juara 1 Kepala Sekolah Berwawasan Lingkungan Tingkat Nasional langsung dari Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo di Jakarta pada tahun 2009. Penghargaan tingkat Provinsi Jabar juga diraih sebagai Masyarakat Pengelola Lingkungan Hidup.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan menyerahkan penghargaan tersebut pada tahun 2008 di Indramayu. Penghargaan lain yakni Sekolah Berbudaya Lingkungan dari Wakil Gubernur Jabar Numan Abdul Hakim pada tahun 2006. Sekolah itu juga mendapatkan penghargaan terbaik sebagai model Adi Wiyata tingkat nasional pada tahun 2009 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta.
"Di SMPN 7 terdapat lebih dari 400 jenis tanaman. Sebelum gerakan penghijauan diterapkan tahun 2005 lalu, jumlah itu kurang dari 200 jenis. Tanaman yang paling banyak di SMPN 7 adalah palem, sekitar 10 persen dari seluruh pohon," kata Jajang.
Pohon lain yakni trembesi karena sangat baik untuk menyimpan cadangan air. Pohon anggrek, markisa, sambiloto, serta tanaman obat keluarga (toga) seperti lidah buaya, kumis kucing, dan ginseng juga terlihat di sekolah yang memiliki lima taman itu.
"Kami punya taman toga, taman samping, taman depan, green house, dan taman pembelajaran. Pemeliharaan taman diiringi dengan perubahan fisik hingga mental," ujarnya.
Siswa yang ketahuan membuang sampah akan diberikan sanksi teguran. Jika melanggar hingga tiga kali, bentuk teguran itu lebih berat, yakni membawa pohon untuk ditanam di sekolah. Program itu disebut Satu Siswa Satu Pohon (Sasisapo). Sekolah itu memiliki 1.046 siswa.
Kenyataannya, menurut Jajang, konsep sekolah berbudaya lingkungan hidup membuat prestasi para siswa SMPN 7 pun meningkat. Peringkat nilai rata-rata lulusan SMPN 7 naik pesat dari posisi ke-17 pada tahun 2005 menjadi ke-4 pada tahun 2009.
"Sudah pasti, lingkungan mendukung prestasi siswa. Minat orangtua menyekolahkan anaknya di SMPN 7 juga lebih tinggi," kata Jajang.
Indikasi itu ditunjukkan dengan jumlah peminat yang datang langsung ke SMPN 7 hanya sekitar 400 orang pada tahun 2005. Jumlah peminat terus naik dan melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi hampir 900 orang pada tahun 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar